[Book Review] A Court of Thorns and Roses - Sarah J. Maas

Informasi Buku

Judul: A Court of Thorns and Roses
Penulis: Sarah J. Maas
No. ISBN: 978-602-455-284-8
Penerjemah: Kartika Sofyan
Penyunting: Shara Yosevina
Penata Letak: Andi Isa dan Astrid Arastazia
Desainer: Dea Elysia Kristianto
Penerbit: Bhuana Sastra
Tanggal Terbit: Cetakan Pertama, 2018
Jumlah Halaman: 581 hal.
Kategori: Young Adult, Fantasy, Romance


Blurb

Ketika Feyre, seorang perempuan pemburu, membunuh serigala di hutan, makhluk serupa binatang buas datang mencarinya untuk menuntut pembalasan. Feyre diseret ke tanah magis berbahaya yang hanya pernah didengarnya dari legenda.

Dia pun mengetahui bahwa makhluk itu bukanlah seekor hewan, melainkan Tamlin, peri agung abadi yang pernah menguasai dunia fana. Sebagai sandera, Feyre mendiami tanah itu untuk beberapa saat. Perasaannya terhadap Tamlin berubah dari permusuhan dingin menjadi gairah, yang membakar setiap cerita menyeramkan yang pernah didengarnya tentang dunia peri.

Namun, kesuraman semakin menaungi dunia itu, dan Feyre harus bisa menghentikannya. Atau malapetaka akan menimpa Tamlin dan dunianya selama-lamanya.

Review


Secara singkat, novel ini bercerita tentang Feyre—wanita berusia 19 tahun—yang membunuh serigala ketika dia berburu di hutan. Dia sama sekali tidak tahu bahwa serigala yang dibunuhnya adalah seorang peri sampai binatang buas datang untuk menuntut pembalasan. Feyre dibawa oleh makhluk itu ke dunianya yang disebut Prythian. Anehnya, sesampainya di sana Feyre diperlakukan baik. Terlebih sosok binatang buas yang membawanya ternyata seorang Peri Agung bernama Tamlin. Apakah tujuan dari sang Peri Agung bernama Tamlin tersebut? Hmmm...

Aku hanya bisa menjelaskan ceritanya sampai sana saja. Karena pemicu aku untuk terus baca novel ini adalah: Apa tujuan Tamlin? Kenapa dia galak banget sama Feyre? Di samping itu, kenapa dia keras banget melindungi Feyre? ❤️

Secara keseluruhan aku SUKA BANGEEET SAMA NOVEL INI!!!

Kesan pertama saat menjumpai dua tokoh utamanya adalah kisah ini retelling Beauty and the Beast. Namun dari konfliknya sendiri banyak yang berbeda. Persamaannya hanya dilihat dari manusia menjalin hubungan dengan Peri Agung yang bisa ‘berubah’ menjadi binatang buas dan sebuah kutukan.

Awalnya agak enggan membeli novel ini karena covernya yang keliatan sekali bergenre Romance-Fantasy. Ditambah caption ‘nyawa yang telah dirampasnya kini harus ditebus dengan cinta’. Jujur aja, selama setahun ini aku nggak menyentuh genre romance karena mulai agak jenuh membaca genre itu. Karena dilanda rasa penasaran, akhirnya kubeli novel ini di akhir tahun 2018 pada saat harbolnas. Lumayan kan dapat diskon akhir tahun 😂

Hasilnya?

Aku suka berat sama ACOTAR! Aku suka fantasinya yang wah dan romancenya yang nggak bikin mual karena kebanyakan gula. Romancenya malah bikin makin bergairah untuk terus baca buku ini. Terlebih dengan hasil terjemahannya yang indah. Kisah cintanya pun nggak semena-mena si cewek langsung jatuh hati sama si cowok. Perasaan itu pelan-pelan tumbuh. 

Aku acungi jempol juga untuk world building yang dibangun oleh Sarah J Maas. Gaya penulisannya detail. Narasinya mampu membuatku paham bagaimana dunia ACOTAR. Di mana dunia itu terdapat perbatasan antara Dunia Fana dan Prythian (Dunia Peri). Yang aku suka adalah di Prythian dibagi lagi negerinya sesuai tujuh Peri Agung yang berkuasa atas tanah yang dikuasainya. Ada Negeri Musim Semi, Negeri Musim Panas, Negeri Musim Dingin, Negeri Musim Gugur, Negeri Malam, Negeri Siang dan Negeri Fajar. Unik, kan?

Jangan khawatir, akan ada map yang akan membantu kalian memahami geografisnya 😁

Tokoh-tokoh di dalam ACOTAR tidak begitu banyak. Jadi, pembaca bisa mendalami karakteristik Feyre, Tamlin, Lucien dan tokoh-tokoh pendukung lainnya lewat sudut pandang  Feyre sebagai orang pertama, pelaku utama.

Penokohan Feyre juga oke banget menurutku. Dia cewek yang punya pendirian kuat, sayang keluarga, dan keteguhan hatinya kuat demi memenangi cintanya. OMG... kalau ingat-ingat perjuangan Feyre yang rela mengorbankan nyawa demi Tamlin dan negerinya membuatku ingin menjerit 😆

Omong-omong aku merasa agak aneh dengan sebutan nama Feyre. Nama Feyre itu dibaca Fey-rah. Hal ini ditulis di lembar belakang buku yang berisi beberapa paduan pelafalan nama. Rasanya aneh memanggilnya Fey-rah sedangkan tulisannya ditulis Feyre 😂

Sayangnya, novel ini alurnya lambat di awal sampai pertengahan. Aku kira di awal memang lambat karena penulis tengah mengenalkan dunianya kepada pembaca, tapi sampai lewat setengah buku pun masih lambat juga. Nilai plusnya, aku nggak merasa bosan, juga nggak ngantuk. Aku menikmatinya. Sepertinya alur lambatnya digunakan untuk membangun relasi dengan Tamlin.

Alurnya sendiri mulai seru saat menjelang akhir ketika Feyre harus melawan tokoh antagonis bernama Amarantha. Lalu muncullah tokoh cowok lain bernama Rhysand. Demi apa pun awalnya aku sebel banget sama Rhys, tapi banyak yang suka sama dia. Membuatku makin penasaran kenapa banyak yang suka Rhys? Dan alasannya pun akan terjawab kok 😂

Satu hal lagi yang bikin gemas adalah plot twistnya dan ketika Feyre menjalani tantangan ketiga. Wah, benar-benar membuatku berguling-guling di kasur.

Kalau saja buku ini stand alone, mungkin endingnya oke saja. Tapi adegan terakhir buku ini tentunya bikin Sarah J. Maas tidak serta merta menamatkannya begitu saja.

Novel ini aku rekomendasikan untuk kamu yang suka genre fantasi dibalut dengan unsur romance yang nggak lebay 😁

4,8⭐ untuk Feyre dan Tamlin 😍 Yah, meskipun diriku mulai tertarik juga sama Rhys 😂


Post a Comment

0 Comments