![]() |
istockphoto |
Alasan saya menulis postingan ini karena saya masih cukup kesal dan kecewa jika mengingat ujian akhir semester mata kuliah akuntansi biaya dan akuntansi keuangan semester tiga lalu.
Di Indonesia, untuk mengukur tingkat kemampuan dan pemahaman siswa atau mahasiswanya masih menggunakan ujian yang sering kali disebut UTS atau UAS. Nilai yang baik akan menuai pujian dan nilai yang buruk bisa menjadi hal yang memalukan.
Tidak jarang ada orang tua yang memarahi anaknya jika mereka mendapat nilai jelek di sekolah.
Hanya karena 'nilai', perasaan takut sering kali menyelubungi hati para pelajar.
Takut dimarahi orang tua.
Takut malu di depan teman, tetangga, dan keluarga.
Takut tidak lulus atau tidak naik kelas.
Takut dianggap bodoh.
Takut diremehkan.
Takut dibandingkan dengan orang lain.
Dan takut yang lain-lain. Mungkin bisa kamu tambahkan sendiri.
Rasa takut itulah yang sering kali menjadi pemicu para pelajar untuk mendapatkan nilai bagus 'dengan cara apa pun'.
Kalau saja rasa takut itu memberikan efek positif, seperti jadi tambah rajin belajar sih nggak masalah. Namun bagaimana kalau para pelajar menjadi tidak jujur dalam mengerjakan ujiannya? Agak menyedihkan ya.
![]() |
hrdailyadvisor |
Saya sering kali berpikir, "Sepenting itukah nilai itu?"
Saat berpikir ke depan, sebenarnya nilai ini sangat penting pengaruhnya. Contoh, dalam melamar pekerjaan. Meskipun banyak yang bilang bahwa pertimbangan nilai itu nomor sekian, tetap saja banyak perusahaan yang melihat nilai sebagai pertimbangan mereka dalam mencari calon pegawai.
Jadi, meskipun nilai tidak menjadi pertimbangan nomor 1, tetap saja para pelajar sangat mengejar nilai akibat faktor 'takut' yang telah saya sebutkan di atas.
Dulu waktu saya masih SD, saya juga pernah dapat nilai jelek. Orang tua saya marah. Akibat kejadian itulah otak saya secara otomatis membuat perintah bahwa nilai saya harus bagus bagaimana pun juga. Perasaan takut dapat nilai jelek selalu menghantui ketika tidak bisa mengerjakan ujian.
![]() |
dreamstime |
Saat SD saya belum pernah yang namanya menyotek. Hasrat untuk dapat nilai bagus membuat saya rajin belajar. Apalagi orang tua juga memasukan saya ke bimbel di luar jam sekolah. Jadi, masa-masa SD masih baguslah kejujurannya dalam mengerjakan ujian. Namun, pada saat SMP.... ketika materi makin sulit, mulailah saya dan beberapa teman melakukan kecurangan saat ujian.
Pas hasil ujian dibagikan, oh nilai bagus. Namun, ada sesuatu yang mengganjal di hati. Bahkan saya sendiri tidak bahagia melihat nilai itu. Padahal nilainya bagus, tapi rasanya nggak puas.
Saat itulah saya sadar. Saya menyontek karena tidak mampu. Saya tidak belajar dengan baik. Saya tidak pantas mendapatkan nilai sebagus itu. Pengetahuan saya tidak sampai di sana. Tidak sepantasnya saya mendapatkan nilai bagus.
Setelah menyadari hal itu, barulah saya tidak lagi melakukan kecurangan saat ujian. Pokoknya mengerjakan sebisa mungkin. Bagaimana pun hasilnya, harus diterima.
Seiring berjalannya waktu pula, saya menjelaskan kepada orang tua, bahwa meskipun kadang-kadang nilai saya tidak memuaskan, tapi itu hasil dari kerja keras dan kejujuran saya sendiri. Untunglah orang tua saya pengertian akan hal ini. Paling-paling saya cuma disindir seharian karena kebanyakan main Hp dan nonton anime 😂
Sayangnya, mungkin hanya segelintir orang yang sadar seperti saya. Sisanya, mungkin masih melakukan kecurangan. Bahkan hingga saya duduk di jenjang perguruan tinggi, kebiasaan ini masih melekat di beberapa orang. Seolah sudah mendarah daging.
Gemas sekali rasanya.
Padahal nilai yang diperoleh nanti harus dipertanggungjawabkan, lho. Dan, mempertanggungjawabkan nilai itu sangat berat.
Bayangkan dirimu selalu mendapat nilai bagus dengan cara curang. Namun, yang diketahui gurumu adalah kamu pintar karena selalu berhasil menjawab soal ujian dengan baik. Ketika tiba-tiba di kelas kamu ditunjuk (entah disuruh menjawab pertanyaan atau menjelaskan sesuatu) sanggupkah kamu?
Kembali ke topik utama judul ini. Jadi, apakah arti dari sebuah nilai?
Menurut saya, nilai hanyalah angka di atas kertas yang menunjukkan tingkat kemampuan tiap individu dalam mengerjakan ujian. Itu hanya tolak ukur kemampuan. Jadi, hasilnya belum tentu mencerminkan orang itu sendiri.
Memang benar sebuah nilai memiliki berbagai peran, seperti untuk membantu mencari pekerjaan di kemudian hari. Namun, bagi saya sendiri, kejujuran itulah yang penting. Buat apa cerdas, tapi suka bohong? Buat apa pintar, tapi nggak punya attitude? Percuma.
Saat ini saya baru saja naik ke semester empat. Hasil ujian di semester tiga memang agak mengecewakan. Namun itu sepenuhnya salah saya karena kurang giat belajar. Tapi tidak apa-apa. Saya harus bangga dan menghargai kejujuran saya sendiri. Semoga di semester empat ini lebih baik.
Oh iya, ngomong-ngomong soal ini, saya jadi teringat salah satu guru akuntansi zaman SMK. Beliau selalu menuliskan quote di bawah soal setiap kali kami mengerjakan ujian (UTS/UAS). Saya suka kata-kata itu. Bahkan setelah tiga tahun, saya masih mengingatnya dengan baik.
Walaupun terlihat lebih kecil, namun lebih berarti daripada mengejar kepuasan dengan cara-cara curang.
Thumbs up buat guru satu ini.
Sekian curhatan super panjang ini. Akhirnya uneg-uneg saya terlampiaskan. Tulisan ini hanya pendapat penulis pribadi, ya 😊
0 Comments
Terima kasih atas kunjungannya ^^ Jangan lupa meninggalkan komentar setelah membaca, ya. Berkomentarlah dengan bahasa yang baik dan sopan :)