Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Begitu pula manusia. Tidak ada manusia yang tidak memiliki masalah. Saya jamin hampir seluruh manusia di dunia ini terjerat masalah pribadi masing-masing. Pertanyaannya adalah "Apakah mereka mengutarakan masalahnya? Apakah mereka berbagai bebannya?"
Jawabannya tergantung dari setiap orang.
Pasalnya, manusia memiliki sifat berbeda. Ada yang terbuka dengan masalahnya, ada juga yang tertutup dan tidak ingin dunia tahu apa masalahnya.
Untuk orang yang terbuka, saya yakin mereka akan baik-baik saja karena mereka bisa melepaskan beban pikirannya kepada orang yang mereka percaya, namun bagaimana dengan mereka yang tertutup? Apakah kamu salah satu orang yang suka memendam masalah sendiri? Kalau iya, berarti kita sama. Saya juga demikian.
Lalu bagaimana baiknya kita melampiaskan emosi ini? Jawabannya hanya satu.
Menulis.
Source |
"Lho? Kok menulis, sih?"
Menurut saya (yang sering menumpahkan emosi lewat tulisan), cara ini cukup ampuh untuk meringankan emosi, baik sedang marah, sedih, bahkan gembira sekali pun. Percaya atau tidak, salah satu manfaat dari menulis adalah dapat mengurangi stres.
Baca juga: 5 Manfaat yang Dirasakan Jika Suka Menulis
"Habis itu, gue harus nulis apa?"
Kalau ini sih tergantung diri sendiri ya.
Boleh menulis buku harian, menulis artikel, bahkan menulis cerita fiksi. Bebas. Kamu bebas mengepresikan dirimu lewat tulisan apa saja. Asal jangan menulis uneg-uneg lewat media sosial ya. Karena nanti emosimu bisa dibaca orang lain, meskipun kamu dapat mengatur privasinya.
"Terus gue mendingan nulis apa? Nulis di buku diary, nulis artikel atau nulis fiksi?"
Kalau saya lebih prefer ke nulis fiksi.
"Kenapa bukan buku diary aja? Kan lebih ngeluarin uneg-uneg."
Menurut saya, menulis diary itu kurang aman. Kalau kamu tidak ada di rumah, bisa saja ada tangan jail yang mengobrak-abrik barang-barangmu. Entah kakak, adik atau orangtua. Saya pernah menulis diary dan berakhir malu karena dibaca oleh adik saya. Momen yang tidak bisa saya lupakan dan sangat menyebalkan. Sejak saat itu saya tidak ingin menulis diary lagi.
Bagaimana dengan artikel?
Tidak ada salahnya kamu menulis artikel, terlebih artikel sangat luar biasa bermanfaat untuk para pembacanya. Namun dalam keadaan emosi, memangnya kamu mau riset ke sana-sini? Artikel itu bukan fiksi, jadi kamu butuh fakta untuk menulisnya, tentu nggak bisa sembarangan.
Berbeda dengan fiksi. Fiksi itu lebih bebas. Kamu bisa menjadikan masalahmu sebagai konflik utama dalam kisah itu. Kamu bisa melampiaskan emosimu kepada tokoh-tokoh di dalamnya (terutama tokoh utama). Buat tokoh utama menderita seperti penderitaanmu saat ini. Kejam? Iya, nggak apa-apa. Yang penting perasaan kamu lebih baik dan pembaca (secara tak sadar) juga merasakan penderitaanmu.
Source |
Saya yakin perasaanmu akan lebih baik ketika kamu selesai menulis. Selain emosimu terlampiaskan, kamu juga akan menghibur dan mengajarkan sesuatu kepada banyak pembaca. Jadi, jangan lupa meletakkan amanat di dalam kisahmu agar bermanfaat untuk orang lain :)
Selama ini saya juga begitu. Melampiaskan kekesalan lewat tulisan. Lumayan banyak orang yang menyukai kisah itu, padahal yang mereka baca itu pelampiasan saya semata. Tapi, selama menghibur dan bermanfaat, itu jauh lebih bagus :)
Jadi, mulailah menulis, teman-teman. Jangan lupa untuk selalu bersemangat!
2 Comments
But, how about me. Ane orang yang terbuka, tapi juga tertutup jika tentang menceritakan masalah pribadi. Sampai sejauh ini ane blm pernah cerita tentang masalah pribadi ane ke orang laen, karena ane berpendapat terlalu lemah kalo ane cerita ke orang laen ...
ReplyDeleteYup, itu benar. Saya hanya terbuka ke beberapa orang. Meskipun begitu, saya sangat tertutup sama yg namanya masalah. Bahkan orangtua pun juga tidak tahu. Jadi, selama ini ngelampiasin semuanya ke tulisan. Coba deh. Sedikit menenangkan, kok :)
DeleteTerima kasih sudah membaca dan meninggalkan komentar ^^
Terima kasih atas kunjungannya ^^ Jangan lupa meninggalkan komentar setelah membaca, ya. Berkomentarlah dengan bahasa yang baik dan sopan :)